News

PPATK Temukan Ribuan Rekening Pemerintah Tidak Aktif, Total Dana Mencapai Rp530,55 Miliar

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengidentifikasi 2.115 rekening tidak aktif milik badan pemerintah dengan saldo mencapai Rp530,55 miliar. Keberadaan rekening dormant ini menimbulkan pertanyaan besar terkait manajemen dana pemerintah.

Ivan Yustiavandana, selaku Kepala PPATK, menyatakan bahwa sekitar 756 dari rekening tersebut berlokasi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sementara sisanya sebanyak 1.359 rekening tersebar di bank lainnya. “Berdasarkan data PPATK, sebanyak Rp169,37 miliar saldo rekening dormant itu berada di Himbara. Sedangkan di bank lainnya saldo rekening dormant milik pemerintah sebesar Rp361,18 miliar. Totalnya mencapai Rp 530,55 miliar,” kata Ivan, di Jakarta, dikutip Kamis (7/8/225).

Dalam analisanya, Ivan menambahkan bahwa jumlah saldo tersebut tidak menunjukkan aktivitas sejak 5 Februari 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena rekening milik pemerintah seharusnya aktif digunakan untuk belanja atau pembiayaan pemerintah. Oleh karena itu, PPATK berkolaborasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna menyelidiki akar dari ketidakaktifan rekening-rekening ini. “Seharusnya dana ini (di rekening pemerintah) bergerak, enggak masuk dormant,” ujar Ivan.

Danang Tri Hartono, Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, menegaskan pentingnya melakukan investigasi lebih dalam terkait fenomena rekening dormant pemerintah ini. Menurutnya, salah satu faktor yang mungkin menyebabkan ketidakaktifan rekening tersebut adalah proses audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Begitu kami temukan rekening dormant, dan di atas 1 tahun masih dormant, berarti masih ada sesuatu. Secara pertanggung jawaban di BPK mungkin clear, tapi uangnya masih ada. Sehingga ini menjadi perhatian kami dan ini harus dianalisis lebih lanjut,” kata Danang.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Danang menambahkan bahwa PPATK akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila terindikasi adanya potensi korupsi. Saat ini, PPATK tengah mendalami analisis untuk menilai apakah terdapat unsur kelalaian atau indikasi lain yang perlu ditindaklanjuti sebelum memberikan laporan kepada pihak berwenang. “Kami lakukan kordinasi dengan Kemenkeu karena mungkin sudah clear di BPK, dana di rekening tersebut masih belum digunakan. Apakah ada indikasi korupsi, atau kelalaian di bendaharanya, atau pihak-pihak terkait, ini yang sedang ditelusuri,” ungkap Danang.